nama : reza achmad
kelas 1db02
npm 36112184
SOFT SKILL dalam dunia kerja
Soft
skill adalah istilah sosiologis yang berkaitan dengan seseorang "EQ" (Emotional Intelligence Quotient), cluster karakter kepribadian, rahmat sosial, komunikasi, bahasa, kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang menjadi ciri hubungan dengan orang lain. Soft keterampilan melengkapi
hard skill yang merupakan persyaratan pekerjaan dari
pekerjaan dan banyak kegiatan lainnya.
Soft
skill adalah atribut pribadi yang meningkatkan interaksi individu, kinerja dan prospek
karir. Tidak seperti hard skill,
yang sekitar keahlian seseorang dan kemampuan untuk melakukan
jenis tertentu tugas atau kegiatan,
soft skill berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara
efektif dengan rekan kerja dan
pelanggan dan secara luas berlaku baik dalam dan di luar tempat kerja.
Soft
skill seseorang EQ adalah bagian penting dari kontribusi masing-masing untuk keberhasilan suatu organisasi. Terutama organisasi-organisasi berurusan dengan pelanggan tatap muka umumnya lebih berhasil,
jika mereka melatih staf mereka untuk menggunakan keterampilan ini. Skrining atau pelatihan untuk kebiasaan pribadi
atau sifat-sifat seperti
ketergantungan dan kesadaran
dapat menghasilkan pengembalian atas investasi yang signifikan bagi suatu
organisasi Untuk alasan ini, soft
skill semakin dicari oleh pengusaha di samping kualifikasi
standar.
Ia telah
mengemukakan bahwa dalam sejumlah profesi,
soft skill mungkin lebih penting dalam jangka panjang daripada keterampilan kerja. Profesi hukum adalah salah satu contoh di mana kemampuan untuk berhubungan dengan orang
secara efektif dan sopan, lebih dari sekadar keterampilan
kerja mereka, dapat menentukan keberhasilan profesional pengacara.
Adapun
kebutuhan soft skill dalam dunia kerja
|
Di
dalam persaingan seperti sekarang, kebutuhan akan tenaga kerja yang memiliki
profesionalisme dan manajerial skill yang berbasis kemampuan sudah merupakan
tuntutan. Terlebih di dunia kerja sekarang banyak dipengaruhi perubahan
pasar, ekonomi dan teknologi. Tenaga kerja yang memiliki kecerdasan emosional
(Emotional Quatient) sangat mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut disamping
kecerdasan intelektual. Berdasar hasil survey Nasional Assosiation of
Colleges and Employers USA (2002) terhadap 457 pimpinan perusahaan menyatakan
bahwa Indeks Kumulatif Prestasi (IPK) bukanlah hal yang dianggap penting
dalam dunia kerja. Yang jauh lebih penting adalah sotfskill antara lain
kemampuan komunikasi, kejujuran, kerjasama, motivasi, kemampuan beradaptasi
dan kemampuan interpersonal dengan orientasi nilai pada kinerja yang efektif.
Kemampuan softskill diatas, sebetulnya masuk dalam kecerdasan emosional yang menurut definisi adalah Kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, Kemampuan memotivasi diri, Kemampuan mengendalikan diri/ mengelola emosi pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain (Daniel Goleman). Ada lima kecedasan emosial yang dibutuhkan didunia kerja sekarang ini, yaitu :
Di
sisi lain secara teori, di dalam dunia kerja, ada 3 (tiga) unsur utama yang
harus dipenuhi agar seseorang dikatakan memiliki kompetensi yang
meliputi kompetensi knowledge atau cognitive domain, skill atau psychomotor
domain, serta attitude atau affective domain.(Jayagopan Ramasamy, Malaysia
2006). Dalam teori tersebut dikatakan bahwa kompetensi tersebut harus bisa
diukur (measurable), dinilai, ditunjukkan (demonstrable) dan diamati
(observable) melalui perilaku pada saat melaksanakan tugas. Sasaran akhir
dari kompetensi adalah perilaku yang diharapkan (desired behaviour) dan perlu
ditunjukkan dalam melaksanakan tugas. kompetensi yang berkaitan langsung
dengan bidang kerja.
Selain
itu menurut Spencer&specer ada 2 (dua) kompetensi yang berkaitan dengan
bidang kerja, yakni Generic competencies, merujuk pada kompetensi yang perlu
ada pada semua pegawai mengarah ke softskills, sikap mental dalam bekerja dan
Functional competencies, merujuk pada kompetensi khusus yang diperlukan bagi
suatu fungsi atau pekerjaan tertentu mengarah ke hardskills dan kemampuan
teknis. Sedangkan di lapangan, kompetensi tersebut terbagi atas kebutuhan
kemampuan Knowledge : diukur melalui ujian penilaian yang dilaksanakan oleh
pihak berwenang, Skill : diukur dengan mengikutsertakan ke dalam
pelatihan-pelatihan tertentu dan Attitude : diukur secara lebih subjektif
melalui penilaian terhadap perilaku yang ditunjukkan dalam melaksanakan
tugas. Knowledge (melalui pendidikan), Skill (melalui pelatihan) dan Attitude
yg harus dimiliki oleh tenaga kerja disesuaikan dengan kebutuhan dunia
usaha/dunia kerja dengan menggunakan konsep Link and Match.
Sedangkan ketrampilan softskill tenaga kerja, dalam perkembangannya banyak disumbang oleh karakter pribadi yang berasal dari didikan lingkungan keluarga (pola asuh), tradisi dan pengaruh lingkungan sekolah (sosial). Di beberapa perusahaan, ketrampilan softskill yang dibutuhkan meliputi leadership, kreativitas, kominukasi, kejujuran dan fleksibel. Memang dalam prakteknya ketrampilan softskill dapat dilatih dan disiapkan, namun menurut pengalaman dari PT Charoen Pokphand Indonesia misalnya, perubahan-perubahan dalam organisasi termasuk budaya organisasi juga dapat menyumbang terhadap peningkatan softskill tenaga kerja. Pembinaan softskill yang baik, menurut pengalaman PT. Charoen dengan komunikasi asertif, yaitu komunikasi yang berdasar keterbukaan,ujur,tegas . Bagaimana upaya pemerintah untuk pengembangan softskill bagi tenaga kerja? Upaya tersebut telah dilaksanakan dengan membagi atas pemenuhan kebutuhan berdasar tenaga kerja sebelum masuk dunia kerja (Pre-Employment) dan yang sudah bekerja (During Employment). Pembinaan bagi yang akan masuk dunia kerja (Pre-Employment)yang sasarannya adalah pencari kerja, siswa UPT Pelatihan Kerja atau siswa di satuan pendidikan formal. Bentuk program yang dilakukan berupa kegiatan Penyuluhan & Bimbingan Jabatan yang berisikan pemahaman Minat, Bakat & Potensi, Kualifikasi Kondisi Pasar Kerja. Kegiatan dampingan lainnya berupa Pelatihan ketrampilan (vocational training), yang bertujuan untuk meningkatkan citra diri thd pekerjaan; pemahaman terhadap pekerjaan yg dicari ; pandangan diri terhadap situasi yg ada dan peningkatan ketrampilan kerja. Pelaksana pembinaan ini dilakukan oleh Petugas Pengantar Kerja di satuan Dinas yang membidangi ketenagakerjaan kab/kota, serta di Pusat Layanan Karir Terpadu (PLKT) Disnakertransduk Prov. Jatim. Sedang program softskill bagi tenaga kerja yang sudah bekerja (During Employment), sasarannya meliputi karyawan perusahaan (di dalam hubungan kerja), pihak-pihak yg memiliki usaha/pencaharian di luar hubungan kerja (wirausaha). Bentuk-bentuk program pelatihannya meliputi Pelatihan Berbasis Kompetensi, Berjenjang, Demand Driven, Institutional/ Pemagangan yang berbasis SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Selain itu pembinaan softskill masuk dalam Konsep 3 in 1 Plus (Pelatihan, Sertifikasi, Penempatan plus Magang Kerja), pembinaan produktivitas dan managerial skill. Pelaksana pembinaan program manajerial dan softskill bagi tenaga kerja dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Produktivitas Tenaga Kerja (UPT-PPTK) Disnakertransduk Prov. Jatim. Pada akhirnya, upaya pengembangan soft skill bagi tenaga kerja haruslah bersifat terpadu, series dan berkelanjutan guna peningkatan mutu dan lingkungan tempat kerja, kesehatan dan keselamatan kerja. Untuk itu dibutuhkan komitmen, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, kebersamaan, kesamaan persepsi dan keikutsertaan seluruh pihak dalam organisasi tersebut. Pembinaan softskill yang baik hendaknya dilakukan dengan budaya empowerment yang aktif dan berkelanjutan dan pendekatan komunikasi asertif, yaitu komunikasi yang berdasar keterbukaan, jujur, tegas, langsung dan dengan cara yang sopan, disamping melalui penyesuaian atas tipe-tipe kepribadian tenaga kerja. |
sumber:
http://10507276.blog.unikom.ac.id/softskill-dan.2pf
dengan berbagai perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar